Para penulis dan tulisannya tidak bisa dilepaskan dari kemajuan peradaban manusia. Mereka telah berkontribusi luar biasa dalam mendukung dan mendorong perkembangan umat manusia. Pada awalnya, manusia hanya mampu menggunakan batu untuk melakukan berbagai aktivitas sehari-hari sehingga era itu disebut zaman batu. Berkat para penulis dan tulisannya, kehidupan manusia berkembang pesat hingga mampu merekayasa objek, peristiwa, dan energi. Kemampuan itu telah mengantarkan umat manusia memasuki ke era baru, baik itu era industri maupun era digital, seperti yang sedang kita alami saat ini.
Namun sayangnya, berdasarkan kajian terhadap sejarah peradaban manusia, para penulis dan tulisannya sering kali kurang dikenang dan dihargai secara layak dan pantas, termasuk juga oleh generasi kita saat ini. Nama mereka tenggelam di balik nama besar raja, ratu, kaisar, panglima perang, artis, atau orang-orang berkuasa lainnya. Padahal, kontribusi para penulis tidak kalah besarnya dibandingkan dengan tokoh-tokoh besar dan terkenal sepanjang sejarah.
Kunci Homo sapien memenangkan persaingan
Yuval Noah Harari dalam bukunya yang fenomenal atau mungkin kontroversial serta menjadi best seller di seluruh dunia, Sapiens, menceritakan bagaimana manusia berkembang dari sekumpulan orang yang hidup dengan cara menjelajah dan berburu sampai menjadi masyarakat digital yang hanya duduk manis di kursi malas sambil memegang gawai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam bukunya itu, ia menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi revolusi peradaban umat manusia dari dulu, sekarang, sampai mungkin nanti di masa depan.
Banyak faktor yang diungkapkannya. Namun ada satu faktor yang sangat krusial pada setiap fase revolusi peradaban manusia, yaitu kemampuan manusia (Homo sapiens) berpikir, mengkomunikasikan, serta menuliskan hasil pikirannya itu. Harari menjelaskan bahwa keunggulan Sapiens (Homo sapiens, spesies manusia seperti kita sekarang) dibandingkan spesies lain seperti (H. Erectus, H. Neanderthal, dan lain-lain) terletak pada kemampuan Sapiens berkomunikasi dan bekerja sama.
Kemampuan berkomunikasi secara efektif telah membantu Sapiens memenangkan persaingan, walaupun secara fisik kalah jauh dari spesies lain. Namun komunikasi di masa itu masih berupa bahasa lisan atau bahasa isyarat. Komunikasi seperti itu memiliki keterbatasan yang membuat kehidupan manusia era tersebut tidak mengalami perkembangan yang begitu pesat, kalau tidak bisa dikatakan stagnan. Namun, itu tetaplah berguna karena menjadi cikal bakal kemajuan Homo sapiens.
Sejarah Perkembangan Tulisan dan Perannya bagi Kemajuan Peradaban
Sejarah manusia mulai mengalami perubahan drastis ketika ditemukannya tulisan. Pada awalnya tulisan yang dikembangkan masih bersifat parsial atau terpisah-pisah, yaitu pada masa bangsa Sumeria. Penggunaan tulisan ini masih terbatas, misalnya hanya untuk mengadministrasikan pajak yang dibayar rakyat kepada raja.
Tulisan yang bersifat parsial tersebut kemudian mengalami perkembangan sampai menjadi aksara yang dapat dirangkai menjadi kata atau kalimat sehingga dapat dijadikan sarana berkomunikasi. Tulisan seperti inilah yang kemudian banyak mengubah peradaban manusia.
Perkembangan peradaban umat manusia menjadi lebih pesat terjadi semenjak tulisan dijadikan sarana untuk mengkomunikasikan isi pikiran. Pemikiran besar para filosof Yunani kuno tetap abadi hingga sekarang karena dituliskan. Alquran dan Hadist tetap dapat terus diwariskan dan menjadi pedoman hidup umat Islam sampai saat ini karena dituliskan. Sumbangan ilmuan muslim terhadap perkembangan sains mulai diakui, karena banyak bukti-bukti tertulisnya. Pemikiran-pemikiran para filosof era pencerahan dapat menginspirasi lahirnya sains juga karena dituliskan.
Peradaban modern seharusnya banyak mengucapkan terima kasih kepada penemu tulisan, karena peradaban ini mulai berkembang pesat ketika mulai muncul komunikasi tertulis antar para pakar. Komunikasi tertulis itu pada mulanya dilakukan berupa korespondensi (surat menyurat) antar para pemikir, penemu, ilmuan, filosof, dan lain sebagainya, untuk membagikan sekaligus mendiskusikan temuan-temuan mereka.
Korespondensi sangat penting untuk mencegah terjadinya duplikasi-duplikasi (pengulangan-pengulangan hal yang sama) di tempat lain. Selain itu, korespondensi juga membuat para ilmuan atau filosof saling menginspirasi satu sama lain, sehingga pemikiran dan penemuan mereka semakin bertambah, maju, dan berkembang.
Bentuk komunikasi tertulis tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi penerbitan ilmiah. Berbeda dengan korespondensi yang bersifat terbatas, penerbitan ilmiah bersifat lebih luas. Korespondensi hanya melibatkan dua atau beberapa orang penulis, sementara penerbitan ilmiah ditujukan untuk semua orang. Penerbitan ilmiah telah membuat para pemikir, ilmuan, atau filosof mendapatkan bahan yang lebih kaya sehingga aktivitas mereka menjadi lebih mudah dan efektif.
Dengan adanya penerbitan ilmiah, temuan-temuan manusia semakin banyak dan semakin terakumulasi sehingga membuat batang tubuh pengetahuan ilmiah (sains) tumbuh semakin membesar bahkan kemudian memunculkan buahnya yang sangat manis berupa teknologi.
Puncak dari kontribusi tulisan tampak nyata ketika terjadi revolusi industri. Semua pengetahuan ilmiah yang telah terakumulasi dan tedokumentasikan dengan baik melalui tulisan mendorong orang-orang kreatif dan inovatif untuk mengubahnya menjadi alat-alat canggih. Pertama muncul mesin uap. Lalu bermunculan mesin-mesin lain seperti mesin pembakaran dalam berbahan bakar solar dan bensin, mesin listrik, dan banyak teknologi lainnya.
Bagaimanapun, buah manis berupa teknologi itu bisa saja menjadi pahit kalau berada di tangan orang yang salah. Sejarah telah menunjukkan kalau teknologi pernah dan sering disalahgunakan. Teknologi persenjataan pernah digunakan untuk berperang dan menjajah negara lain.
Tetap saja tulisan telah berhasil mengubah peradaban manusia.
Apakah Penulis dan Tulisan sudah dihargai secara layak?
Meskipun penulis dan tulisan telah berjasa besar dalam memajukan peradaban, sayangnya penghargaan terhadap keduanya belum begitu layak. Memang ada yang telah memberikan penghargaan luar biasa. Tapi kebanyakan belum melakukannya dengan sepantasnya.
Pakar sejarah dan filosof sekelas Harari pun sepertinya belum memberikan penghargaan yang cukup kepada para penulis. Di dalam bukunya, dia lebih fokus pada gagasan-gagasan besar yang berdampak dan mengubah peradaban manusia, tapi seperti sedikit lupa bahwa gagasan-gagasan besar itu memiliki dampak besar karena dituliskan. Padahal dia sendiri mengakui bahwa pekerjaannya sebagai pakar sejarah menjadi berat dan sulit karena tidak banyak warisan sejarah yang diwariskan dalam bentuk tulisan.
Memang kebanyakan gagasan-gagasan besar yang diketahui sampai sekarang dituliskan sendiri oleh penggagasnya seperti Aristoteles, Al Ghazali, Ibn Khaldun, Newton, atau Einstein. Jadi penulisnya tidak perlu dibahas karena langsung menyatu dengan gagasannya. Mereka biasanya langsung mendapatkan penghargaan luar biasa, terutama di lingkungan komunitas ilmiah.
Namun, tetap saja ada gagasan-gagasan atau karya-karya besar yang tidak ditulis sendiri oleh penggagasnya melainkan oleh orang lain. Misalnya saja hukum Hammurabbi masih dikenang dan dihargai hingga kini karena dituliskan pada suatu bahan yang tahan lama sehingga manusia sekarang masih bisa membacanya.

Pernahkah kita bertanya, siapa yang menuliskan hukum Hammurabi di tablet yang terbuat tanah liat sehingga bisa bertahan sampai sekarang?
Sampai sekarang saya belum mendapatkan informasi yang akurat siapa orangnya. Tapi menurut dugaan saya, hukum itu tidak ditulis sendiri oleh Hammurabbi di bahan itu, melainkan ditulis oleh petugas khusus bagian tulis menulis.
Untuk kasus hukum Hammurabi, siapakah yang kita kenal dan kita puji-puji sekarang?
Tentu Hammurabbi-nya.
Bagaimana dengan penulisnya?
Besar kemungkinan tidak pernah ada orang yang memikirkannya, apalagi sampai mengelu-elukannya, karena orangnya memang tidak diketahui. Sekelas Chat-GPT pun tidak tahu siapa juru tulis yang menuliskan hukum Hammurabbi. Berikut kutipan dari Chat-GPT:
Hukum Hammurabi dituliskan ke tablet oleh para juru tulis (scribes) di bawah perintah Raja Hammurabi, penguasa Babilonia pada abad ke-18 SM. Hukum ini diukir pada prasasti batu diorit hitam, yang dikenal sebagai Stele Hammurabi, serta disalin ke tablet tanah liat. Stele ini berisi 282 pasal hukum yang mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti perdagangan, pernikahan, dan hukuman kejahatan. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Louvre, Paris.
Miris bukan?! Kita menghargai Hammurabbi, tapi tidak menghargai penulis yang menyampaikan kisah dan karya Hammurabbi kepada kita. Padahal, apakah mungkin kita mengenal Hammurabbi kalau karya dan kehidupannya tidak pernah dituliskan? Tidak mungkin!
Begitu juga dengan raja-raja kerajaan besar sering kali dikenal melalui prasasti, relief, atau kitab-kitab yang masih bertahan hingga sekarang.
Apakah raja-raja itu menuliskan sendiri prasasti, relief, atau kitab-kitab itu?
Saya menduga, tidak. Prasasti, relief, atau kitab-kitab tentang raja-raja ditulis oleh ahli tulis tersendiri, sama seperti yang dilakukan oleh juru tulis raja Hammurabbi.
Siapa yang kita kenang dan kita hargai sekarang?
Rasanya dengan enteng kita akan menjawab, raja-raja yang termuat dalam tulisan itulah yang dihargai dan dikenang.
Bagaimana dengan para penulis tulisan itu?
Entahlah. Saya sebenarnya ingin tahu siapa mereka. Tapi ke mana saya harus mencari?
Cara Menghargai Penulis dan Tulisannya
Tulisan saya ini tidak sedang berusaha mengklaim bahwa para penulislah yang banyak berjasa dalam kemajuan peradaban manusia. Tidak ada maksud seperti itu. Tulisan ini hanya ingin menyampaikan kepada Anda bahwa berbagai tulisan dan para penulisnya turut memberikan sumbangsih besar dalam kemajuan umat manusia.
Kalau saja karya-karya besar umat manusia di sepanjang sejarah tidak pernah dituliskan, mungkin peradaban manusia tidak akan mengalami perubahan dan kemajuan seperti sekarang. Mungkin saja kita tidak akan pernah melihat dan menikmati berbagai macam teknologi canggih seperti internet, komputer, ponsel cerdas, dan lain-lain.
Jika tidak pernah ada tulisan, sangat mungkin kehidupan kita masih berkutat dengan aktivitas menjelajah dan berburu seperti di zaman batu lalu. Paling tinggi aktivitas kita seperti di era peradaban agraris, yaitu bertani.
Karena jasa para penulis dari zaman dahulu hingga sekarang tidak bisa diabaikan begitu saja, sudah sepantasnyalah kalau kita memberikan penghargaan yang layak kepada mereka.
Seperti apa wujudnya?
Terserah Anda ingin seperti apa. Tapi di ujung tulisan ini, saya ingin memberikan sedikit saran bagaimana bentuk penghargaan yang dapat diberikan kepada para penulis, siapa pun itu orangnya, baik yang telah menelurkan karya besar di masa lalu dan masa sekarang, maupun yang sedang berkutat dengan latihan menulis seperti saya sendiri.
Ada beberapa level penghargaan yang dapat diberikan kepada penulis dan tulisannya. Level ini mulai dari yang paling rendah, mudah, dan sederhana sampai yang paling tinggi, berat dan kompleks. Level manapun yang Anda berikan, tidak masalah, yang penting Anda tulus melakukannya. Apa saja bentuk penghargaan itu, mari simak uraian singkatnya berikut ini.
Level pertama, memberi/mengklik emoticon jempol
Kalau Anda melihat sebuah tulisan di media sosial atau media digital lainnya yang memberikan informasi yang positif, menambah wawasan, membuka pikiran, atau mengajak kepada kebaikan, level penghargaan terendahnya adalah dengan membaca tulisan itu dengan baik dan serius, lalu memberikan emoticon jempol.
Rasanya banyak penulis akan sangat senang ketika mendapat tanda itu. Kemungkinan besar itu dapat menjaga semangat menulisnya, terutama bagi para calon penulis yang baru memulai perjalanan panjang di dunia tulis menulis. Bahkan itu dapat menambah semangat menulisnya menjadi berlipat-lipat.
Level Kedua, memberi komentar
Para penulis akan merasa senang dan bahagia kalau tulisannya dikomentari dengan satu atau beberapa kalimat. Komentar yang diberikan dapat menunjukkan bahwa tulisan tersebut memang sudah dibaca secara tuntas. Komentar dapat juga menjadi tanda kalau persepsi pembaca tidak melenceng dari maksud penulis dalam tulisannya.
Sikap tidak setuju terhadap isi tulisan boleh-boleh saja, dan dapat juga diungkapkan melalui komentar. Tapi hendaknya sikap itu disampaikan dengan cara yang santun dan elegan, sehingga kesannya tetap menghargai tulisan dan penulisnya.
Level Ketiga, menyimpan atau mengoleksi tulisan
Level penghargaan ketiga ini mungkin agak lebih berat dibandingkan sebelumnya. Diperlukan sedikit modal untuk melakukannya. Tulisan-tulisan yang sudah dibaca dan dirasakan manfaatnya dapat disimpan atau dikoleksi.
Kalau tulisannya berbentuk buku, penyimpanannya dapat dilakukan dengan cara membeli dan meletakkannya di lemari kaca yang terbagus di rumah masing-masing.
Kalau tulisannya berbentuk e-book yang dijual di media online, penyimpanannya dapat dilakukan dengan membeli, mengunduh, dan menyimpannya di akun yang paling aman.
Kalaupun misalnya tulisannya gratis, penyimpanannya tentu lebih sederhana lagi. Cukup diunduh filenya. Bisa juga tulisan itu disalin ke sebuah file kosong, lalu simpan di salah satu folder di laptop masing-masing. Siapa tahu suatu saat tulisan itu dibutuhkan.
Level Keempat, menerapkan isi tulisan
Level penghargaan terhadap tulisan yang lebih tinggi adalah dengan berusaha menerapkan hal-hal positif yang disampaikan atau disarankan dalam tulisan yang telah dibaca. Buku pelajaran, buku referensi, sebagian novel, cerpen atau jenis tulisan lainnya biasanya menyampaikan pesan dan teladan kebaikan. Mari menghargai tulisan tersebut dengan berusaha menerapkannya.
Dalam tulisan yang sedang Anda baca saat ini, saya mengajak Anda untuk menghargai penulis. Anda dikatakan telah memberikan penghargaan terhadap tulisan saya ini kalau ajakan saya ini diterima, diikuti, dan dilakukan. Caranya terserah Anda, bisa saja misalnya Anda langsung memberikan komentar di akhir tulisan ini.
Level Kelima, mengikuti jejak penulis
Penghargaan kepada penulis dapat juga dilakukan dengan mengikuti jejak para penulis di masa lalu maupun di masa sekarang dengan cara menjadi penulis juga. Tapi niat menjadi penulis harus benar-benar diluruskan, yaitu dalam rangka menghargai penulis dan menebarkan kebaikan.
Jangan salah dalam memasang niat dalam menulis. Jangan menjadikan aktivitas menulis untuk hal-hal yang negatif. Jangan jadikan aktivitas menulis sebagai sarana untuk menipu, menebar kebencian, menyebarkan berita hoax, memfitnah seseorang yang dibenci, membicarakan keburukan orang ke mana-mana, mendiskriminasi kelompok atau golongan tertentu, kampanye negatif, atau merendahkan dan melecehkan pihak lain yang berbeda pandangan.
Itu bukannya menghargai penulis dan tulisan, melainkan melecehkannya, bahkan mengkhianati perjuangan para penulis.
Penutup
Situs yang sedang kami kembangkan ini beserta tulisan-tulisan di dalamnya merupakan wujud penghargaan kami terhadap para penulis dan tulisannya. Mudah-mudahan Anda yang membaca tulisan ini juga tergerak untuk melakukan hal yang sama, meneruskan tradisi menulis agar tidak hilang tergerus oleh zaman.
Mengingat peran besar para penulis dan tulisan, profesi sebagai penulis dan aktivitas menulis harus terus djaga, dipertahankan, dipelihara, dilanjutkan, dikembangkan, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Mari bergabung dengan kami, menjadi seorang penulis, sebagai wujud penghargaan tertinggi terhadap penulis dan tulisan.
Kembali ke:
Postingan Terbaru
- Metode Penelitian Korelasi
- Kids need soft skills in the age of AI, but what does this mean for schools?
- The ChatGPT effect: In 3 years the AI chatbot has changed the way people look things up
- Girls and boys solve math problems differently – with similar short-term results but different long-term outcomes
- Metode Studi Kasus untuk Riset di Bidang Pendidikan
Bergabunglah dengan kami.
Mari ikut berkontribusi membangun peradaban melalui tulisan.


Tinggalkan komentar