Ingin Jadi Kreatif? Latih Keterampilan Berpikir Lateral

Kreativitas sangat dibutuhkan dalam menulis. Bagaimana menjadi orang yang kreatif? Salah satunya adalah dengan melatih kemampuan berpikir lateral.

Apa itu Berpikir Lateral?

Berpikir lateral pertama kali dikenalkan oleh Edward de Bono, seorang dokter, psikolog, dan penulis asal Malta. Istilah ini

muncul dalam bukunya “The Use of Lateral Thinking” yang terbit pada tahun 1967. De Bono mengembangkan konsep ini sebagai cara untuk melengkapi berpikir logis (vertikal) yang sering digunakan dalam analisis masalah. Ia melihat bahwa banyak gagasan cemerlang justru muncul bukan dari langkah-langkah berpikir linier, tetapi dari lompatan-lompatan ide yang tampaknya tidak biasa atau tidak logis pada awalnya.

Secara sederhana, berpikir lateral adalah cara berpikir kreatif yang mencari solusi dari sudut pandang yang tidak konvensional. Jika berpikir vertikal mengikuti jalur lurus dan sistematis, maka berpikir lateral mencoba “melompat keluar” dari pola pikir biasa untuk menemukan ide-ide baru. Ini sering melibatkan pemecahan pola, membalik asumsi, atau menggunakan analogi yang tak terduga. Contoh klasiknya adalah bagaimana Alexander Graham Bell menemukan ide telepon dengan membayangkan bagaimana suara bisa “ditangkap” dan “diangkut” seperti arus listrik.

Fungsi utama berpikir lateral adalah untuk menghasilkan ide-ide inovatif, menyelesaikan masalah dengan cara yang tak terduga, serta memperluas perspektif dalam pengambilan keputusan. Dalam dunia pendidikan, bisnis, dan desain, pendekatan ini sangat berguna ketika solusi standar tidak lagi efektif. Dengan mendorong orang untuk melihat masalah dari sisi yang berbeda, berpikir lateral membuka jalan bagi kreativitas dan kemajuan. Dalam kehidupan sehari-hari, berpikir lateral membantu kita menjadi lebih fleksibel dan adaptif menghadapi situasi yang kompleks atau tidak biasa.

Apakah Berpikir Lateral dapat Dilatih?

Ya, berpikir lateral dapat dilatih dan ditingkatkan. Meskipun sebagian orang tampak lebih kreatif secara alami, kemampuan berpikir lateral bukanlah bawaan sejak lahir semata, melainkan keterampilan yang bisa diasah. Edward de Bono sendiri mengembangkan berbagai teknik dan latihan untuk membantu orang melatih cara berpikir ini. Misalnya, ia memperkenalkan metode seperti random entry (memasukkan kata acak ke dalam pemikiran), provocation (mengatakan sesuatu yang sengaja tidak logis untuk memicu ide baru), dan concept extraction (menemukan konsep inti dari sebuah situasi dan mengubahnya).

Proses pelatihan berpikir lateral bisa dimulai dari kebiasaan menantang asumsi yang selama ini dianggap benar. Ketika kita menghadapi masalah, alih-alih langsung mencari solusi biasa, kita bisa bertanya: “Apa asumsi yang saya buat? Bagaimana jika asumsi itu dibalik?” Selain itu, permainan kreatif, teka-teki logika non-konvensional, dan simulasi masalah juga efektif untuk melatih otak berpikir lebih fleksibel. Dalam lingkungan belajar atau kerja, diskusi terbuka yang tidak langsung mencari “jawaban benar” juga sangat mendukung tumbuhnya pola pikir lateral.

Manfaat dari melatih berpikir lateral akan terasa dalam berbagai aspek kehidupan. Kita menjadi lebih mudah beradaptasi dengan perubahan, lebih inovatif dalam membuat keputusan, dan mampu melihat peluang di tempat yang tidak terduga. Bahkan dalam kehidupan sosial, kemampuan ini membantu kita memahami sudut pandang orang lain yang berbeda dari kita. Dengan latihan yang konsisten, berpikir lateral bisa menjadi bagian alami dari cara kita melihat dunia—bukan sekadar keterampilan tambahan, tetapi sebagai cara hidup yang kreatif dan terbuka terhadap kemungkinan.

Bagaimana Melatih Keterampilan Berpikir Lateral?

Melatih keterampilan berpikir lateral membutuhkan latihan yang sengaja dan berkelanjutan, karena pola pikir ini tidak selalu muncul secara alami. Berpikir lateral menantang kita untuk keluar dari kebiasaan berpikir logis-linier dan membuka diri pada kemungkinan baru. Untuk itu, Edward de Bono dan para praktisi kreatif mengembangkan berbagai teknik yang bisa digunakan untuk merangsang cara berpikir ini. Berikut ini beberapa teknik yang dapat digunakan untuk melatih berpikir lateral beserta uraiannya.

1. Teknik Provokasi (Provocation – PO)

Dalam teknik ini, seseorang secara sengaja mengucapkan atau membayangkan hal-hal yang tampaknya tidak masuk akal atau melanggar logika biasa. Misalnya, dalam merancang kursi, seseorang mungkin berkata, “Bagaimana jika kursi tidak punya kaki?” Pernyataan ini bukan untuk ditertawakan, melainkan sebagai pemicu ide-ide baru. Dari sini bisa muncul gagasan seperti kursi gantung, kursi yang ditanam di dinding, atau bahkan teknologi duduk tanpa perabot fisik. Kata “PO” digunakan sebagai sinyal bahwa yang dikatakan adalah provokasi yang membuka kemungkinan berpikir baru.

2. Teknik Masukan Acak (Random Entry)

Teknik ini melibatkan pemilihan kata, gambar, atau objek secara acak untuk dimasukkan ke dalam konteks masalah yang sedang dihadapi. Tujuannya adalah menciptakan koneksi tak terduga yang dapat memicu ide-ide kreatif. Misalnya, jika Anda sedang mencari cara baru untuk mengemas produk makanan, dan kata acak yang keluar adalah “jam tangan,” Anda mungkin terinspirasi membuat kemasan yang ramping, bisa dibawa di pergelangan tangan, atau menyisipkan waktu kedaluwarsa seperti tampilan jam. Kombinasi acak seperti ini melatih otak membuat hubungan baru yang tidak lazim.

3. Teknik Pembalikan (Reversal)

Dalam teknik ini, kita membalik asumsi atau kebiasaan umum yang terkait dengan suatu situasi. Misalnya, restoran biasanya menyediakan menu tetap untuk dipilih pelanggan. Dengan membaliknya — “Bagaimana jika pelanggan yang menentukan bahan mentah dan juru masak yang menyesuaikan?” — muncul konsep restoran interaktif atau restoran berbasis permintaan khusus. Teknik ini efektif untuk mengungkapkan kemungkinan yang selama ini tersembunyi oleh pola pikir yang terlalu otomatis.

4. Teknik Challenge (Tantangan)

Teknik ini mengajak kita menantang kebiasaan dan hal-hal yang dianggap “sudah sewajarnya”. Pertanyaan seperti “Mengapa harus begini?”, “Apakah hanya ini satu-satunya cara?” dapat digunakan untuk menggali kemungkinan lain. Misalnya, menantang ide bahwa “pintu harus dibuka dengan tangan” bisa melahirkan inovasi seperti pintu otomatis, pintu sensor gerak, atau pintu tanpa daun pintu. Kunci dari teknik ini adalah rasa ingin tahu dan keberanian mempertanyakan hal-hal yang dianggap biasa.

5. Teknik Framing Ulang (Reframing)

Reframing berarti mengubah cara kita melihat sebuah masalah atau situasi, sehingga muncul sudut pandang baru. Contohnya, jika sebuah sekolah menghadapi masalah dengan siswa yang sering membolos, pendekatan linear akan mencari cara menghukum. Tapi dengan reframing, masalah bisa dilihat sebagai: “Mengapa siswa tidak merasa tertarik berada di kelas?” Maka solusinya bisa berupa peningkatan metode pengajaran, membuat kurikulum lebih relevan, atau menciptakan suasana belajar yang lebih menyenangkan.

6. Teknik Analog dan Metafora

Menggunakan analogi atau metafora membantu otak menghubungkan hal-hal yang berbeda menjadi satu pemahaman baru. Misalnya, membandingkan proses organisasi dengan cara kerja lebah dalam sarang bisa membantu kita memahami pentingnya koordinasi, pembagian tugas, dan tujuan bersama. Teknik ini mendorong otak untuk melihat keterkaitan lintas konteks dan memperluas kemungkinan dalam memecahkan masalah.

Melalui latihan teknik-teknik di atas secara konsisten, seseorang dapat mengembangkan fleksibilitas berpikir, kreativitas, dan daya imajinasi yang tinggi. Dalam dunia pendidikan, bisnis, seni, dan kehidupan sehari-hari, kemampuan berpikir lateral menjadi modal penting untuk menghadapi tantangan yang kompleks dan berubah-ubah. Dengan berlatih berpikir dari sudut yang tak biasa, kita tidak hanya memperkaya wawasan, tetapi juga menciptakan jalan baru yang belum pernah dipikirkan sebelumnya.



Komentar

Tinggalkan komentar