Literasi di Abad 21

Ilmu pengetahuan terus berkembang pesat, yang mendorong muncul dan berkembangnya teknologi baru. Akibatnya, dunia berubah dengan cepat. Pekerjaan baru muncul. Pekerjaan lama menghilang. Di tengah meningkatnya tantangan baru, terselip peluang-peluang baru.

Untuk dapat bertahan di tengah perubahan cepat seperti itu, dibutuhkan kemampuan-kemampuan baru. Bagaimanapun, kemampuan-kemampuan dasar yang sudah ada selama ini tetap dibutuhkan sebagai pondasinya. Kemampuan dasar seperti itu disebut dengan istilah LITERASI.

Pengertian Literasi

Literasi adalah kemampuan seseorang dalam memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan menciptakan informasi melalui berbagai bentuk komunikasi, baik tertulis, lisan, maupun digital (UNESCO). Awalnya, literasi hanya dimaknai sebagai kemampuan membaca dan menulis, namun seiring perkembangan zaman, pengertian literasi berkembang menjadi lebih luas, mencakup kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, serta berkomunikasi secara efektif dalam berbagai konteks kehidupan. Literasi menjadi keterampilan dasar yang sangat penting dalam membentuk individu yang mandiri, berpengetahuan, dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.

Sejarah literasi menunjukkan bahwa konsep ini telah berkembang dari sekadar kemampuan membaca dan menulis menjadi keterampilan yang lebih kompleks. Marie Clay memperkenalkan konsep “emergent literacy” pada tahun 1966, yang menekankan bahwa literasi dimulai sejak usia dini melalui interaksi sosial dan lingkungan. Perkembangan ini menunjukkan bahwa literasi bukan hanya keterampilan teknis, tetapi juga sosial dan budaya.

Di era digital saat ini, literasi tidak lagi terbatas pada buku dan tulisan fisik, tetapi juga mencakup kemampuan memahami informasi dari media sosial, situs web, dan platform digital lainnya. Literasi menjadi pondasi utama dalam proses pembelajaran sepanjang hayat, serta dalam membangun masyarakat yang demokratis dan inklusif. Oleh karena itu, peningkatan literasi bukan hanya menjadi tanggung jawab lembaga pendidikan, tetapi juga memerlukan keterlibatan keluarga, komunitas, dan pemerintah secara aktif.

Macam-Macam Literasi

Literasi tidak hanya terbatas pada membaca dan menulis, tetapi juga mencakup berbagai jenis, yaitu literasi digital, literasi media, literasi numerasi, literasi finansial, dan literasi sains.

Literasi Membaca

Literasi membaca adalah kemampuan seseorang dalam memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi tertulis untuk mencapai tujuan tertentu, memperoleh pengetahuan, serta berpartisipasi aktif dalam masyarakat. Kemampuan ini tidak hanya mencakup proses teknis membaca, tetapi juga melibatkan pemahaman mendalam terhadap isi teks, interpretasi makna, dan refleksi kritis terhadap informasi yang diperoleh. Menurut definisi dari Programme for International Student Assessment (PISA), literasi membaca adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan teks tertulis guna mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan dan potensi, serta berpartisipasi dalam masyarakat.

Dalam konteks pendidikan, literasi membaca menjadi fondasi penting bagi pembelajaran di berbagai disiplin ilmu. Kemampuan ini memungkinkan siswa untuk mengakses dan memahami materi pelajaran, mengembangkan keterampilan berpikir kritis, serta membentuk sikap reflektif terhadap informasi yang diterima. Indikator literasi membaca mencakup aktivitas prabaca (seperti mengenal huruf dan kata), aktivitas membaca (memahami isi teks), dan aktivitas pascabaca (merefleksikan dan mengevaluasi informasi). Dengan demikian, pengembangan literasi membaca sejak dini sangat penting untuk membekali individu dengan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan akademik dan sosial.

Literasi Numerasi

Literasi numerasi adalah kemampuan seseorang untuk memahami, menggunakan, dan menginterpretasikan angka serta konsep matematika dasar dalam kehidupan sehari-hari. Ini mencakup keterampilan menghitung, mengukur, membaca grafik dan tabel, serta memecahkan masalah yang melibatkan logika kuantitatif. OECD dalam kerangka PISA mendefinisikan literasi numerasi sebagai kapasitas untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan bernalar secara matematis dan menggunakan konsep serta alat matematika untuk menyelesaikan masalah dunia nyata (OECD, 2019).

Dalam dunia pendidikan, literasi numerasi merupakan dasar penting bagi pengembangan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Anak-anak yang memiliki kemampuan numerasi yang baik cenderung lebih siap menghadapi tantangan di bidang akademik maupun kehidupan praktis, seperti mengelola keuangan pribadi atau memahami statistik dalam berita. Penguatan literasi numerasi perlu dilakukan sejak pendidikan dasar dengan pendekatan kontekstual yang mengaitkan matematika dengan situasi nyata, sebagaimana direkomendasikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia melalui program Asesmen Nasional dan Kurikulum Merdeka.

Literasi Sains

Literasi sains adalah kemampuan seseorang untuk memahami konsep dan proses ilmiah yang diperlukan untuk pengambilan keputusan pribadi, partisipasi dalam masyarakat, dan penguasaan dunia alam. Literasi ini tidak hanya mencakup pemahaman terhadap fakta dan teori ilmiah, tetapi juga meliputi cara berpikir ilmiah—seperti kemampuan mengamati, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, dan menarik kesimpulan logis. Menurut OECD (2019), dalam kerangka Programme for International Student Assessment (PISA), literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan untuk terlibat dengan isu-isu yang berkaitan dengan sains serta dengan ide-ide ilmiah, sebagai warga negara yang reflektif dan bertanggung jawab.

Dalam pendidikan, literasi sains penting untuk membekali siswa dengan kemampuan menghadapi tantangan dunia nyata, seperti perubahan iklim, kesehatan masyarakat, dan teknologi baru. Seseorang yang memiliki literasi sains mampu menilai informasi berbasis bukti, membedakan antara fakta dan opini, serta membuat keputusan berdasarkan pemahaman ilmiah. Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran sains saat ini mendorong keterlibatan aktif siswa melalui kegiatan inkuiri, proyek ilmiah, dan diskusi berbasis masalah. Menurut penelitian oleh Roberts & Bybee (2014), pendekatan berbasis scientific literacy sangat penting dalam membentuk warga negara yang kritis, rasional, dan mampu membuat keputusan berdasarkan data.

Literasi Seni dan Budaya

Literasi seni budaya adalah kemampuan memahami, mengapresiasi, dan mengekspresikan nilai-nilai budaya melalui berbagai bentuk seni seperti musik, tari, teater, dan seni rupa. Literasi ini tidak hanya memperkaya wawasan estetika, tetapi juga memperkuat identitas budaya dan meningkatkan empati serta toleransi antarbudaya. Dalam konteks pendidikan, literasi seni budaya membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan berkomunikasi secara efektif melalui medium seni.

Strategi pembelajaran literasi seni budaya yang efektif melibatkan pendekatan berbasis pengalaman dan kolaboratif. Misalnya, penerapan model pembelajaran kooperatif dalam mata pelajaran seni budaya dapat meningkatkan keterampilan sosial dan pemahaman siswa terhadap materi. Studi kasus di MAN 2 Pesisir Selatan menunjukkan bahwa pendekatan ini efektif dalam meningkatkan keterlibatan siswa, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus, dalam proses pembelajaran seni budaya. Selain itu, integrasi seni tradisional ke dalam kurikulum modern, seperti penggunaan seni porselen Peony dalam konteks pendidikan, dapat memperkaya pemahaman siswa terhadap warisan budaya dan mendorong apresiasi terhadap seni lokal.

Penguatan literasi seni budaya juga dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi digital, seperti penggunaan media video pembelajaran untuk materi seni patung. Penelitian menunjukkan bahwa pendekatan ini dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep seni dan keterampilan praktik mereka. Dengan demikian, kombinasi antara pendekatan pengalaman langsung, kolaboratif, dan pemanfaatan teknologi dapat menjadi strategi efektif dalam mengembangkan literasi seni budaya di kalangan siswa.

Literasi Digital

Literasi digital adalah kemampuan untuk mengakses, memahami, mengevaluasi, menciptakan, dan mengomunikasikan informasi melalui media digital secara efektif, aman, dan bertanggung jawab. Literasi ini tidak hanya mencakup penggunaan perangkat teknologi seperti komputer dan internet, tetapi juga kemampuan berpikir kritis terhadap konten digital, mengenali misinformasi, menjaga privasi digital, dan menerapkan etika dalam dunia maya. UNESCO (2021) menyatakan bahwa literasi digital adalah keterampilan esensial abad ke-21 yang harus dimiliki oleh semua warga negara untuk berpartisipasi secara produktif dan etis dalam masyarakat digital.

Dalam konteks pendidikan, literasi digital memainkan peran penting dalam mempersiapkan siswa menghadapi tantangan era informasi. Kemampuan ini mencakup penguasaan teknologi dasar, seperti penggunaan perangkat lunak pengolah kata dan pencarian daring, hingga keterampilan tingkat lanjut seperti pemrograman, kolaborasi daring, serta keamanan siber. Menurut Ng (2012), literasi digital terdiri atas tiga dimensi utama: teknis (penggunaan alat digital), kognitif (kemampuan berpikir kritis terhadap informasi digital), dan sosial-emosional (kesadaran terhadap interaksi dan etika digital). Pengembangan literasi digital sejak usia dini sangat penting untuk membentuk generasi yang cakap, bijak, dan aman dalam menggunakan teknologi.

Literasi Media

Literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, menciptakan, dan berpartisipasi dalam berbagai bentuk media dengan cara yang kritis, kreatif, dan etis. Literasi ini tidak hanya mencakup pemahaman terhadap isi pesan media, tetapi juga bagaimana media diproduksi, siapa yang memproduksinya, tujuan di baliknya, serta bagaimana audiens dapat terpengaruh olehnya. Menurut Center for Media Literacy (CML), literasi media membantu individu mengembangkan kesadaran terhadap pengaruh media dalam membentuk opini, nilai, dan perilaku, serta mendorong mereka menjadi konsumen dan produsen informasi yang aktif dan bertanggung jawab.

Di era digital yang ditandai dengan banjir informasi dari berbagai platform seperti media sosial, portal berita daring, dan konten video, literasi media menjadi keterampilan esensial. Kemampuan ini memungkinkan individu—termasuk pelajar—untuk mengenali hoaks, propaganda, bias media, dan framing berita. UNESCO (2021) menekankan bahwa literasi media adalah bagian dari Media and Information Literacy (MIL) yang diperlukan agar warga negara dapat berpartisipasi secara demokratis dan memahami hak serta tanggung jawab mereka dalam ekosistem informasi yang kompleks. Penguatan literasi media penting dimulai sejak pendidikan dasar, dengan pendekatan berbasis diskusi kritis dan analisis konten yang kontekstual.

Literasi Finansial

Literasi finansial adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola keuangan pribadi secara efektif, termasuk dalam hal membuat keputusan terkait penghasilan, pengeluaran, tabungan, investasi, pinjaman, serta risiko dan perencanaan keuangan. Individu yang memiliki literasi finansial mampu membuat perencanaan keuangan jangka pendek dan panjang, memahami produk dan jasa keuangan, serta bertindak bijak dalam mengelola sumber daya keuangannya. Menurut OECD (2016), literasi finansial mencakup pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep keuangan, serta keterampilan, motivasi, dan keyakinan untuk menerapkan pengetahuan tersebut guna membuat keputusan yang efektif dalam konteks keuangan.

Dalam dunia modern yang kompleks dan penuh risiko, literasi finansial menjadi kebutuhan penting bagi semua lapisan masyarakat, termasuk anak-anak dan remaja. Kurangnya pemahaman keuangan dapat menyebabkan kesalahan pengelolaan uang, utang berlebihan, dan kerentanan terhadap penipuan finansial. Oleh karena itu, lembaga internasional seperti OECD, World Bank, dan UNESCO mendorong integrasi literasi finansial ke dalam kurikulum pendidikan. Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengembangkan Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) sebagai langkah untuk meningkatkan indeks literasi keuangan masyarakat secara nasional.

Kapan Literasi Mulai Dikenalkan kepada Anak-Anak?

Literasi sebaiknya dikenalkan sejak usia dini, bahkan sebelum anak memasuki usia sekolah. Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan literasi dimulai sejak lahir melalui interaksi dengan orang tua dan lingkungan sekitar. Masa kanak-kanak awal adalah periode kritis untuk perkembangan bahasa dan keterampilan kognitif yang mendasari literasi.

Pengenalan Literasi di Rumah

Pengenalan literasi di rumah bahkan sejak usia nol tahun merupakan fondasi penting bagi perkembangan bahasa dan kognitif anak. Aktivitas seperti membacakan buku, berbicara, dan menyanyikan lagu kepada bayi sejak lahir dapat merangsang perkembangan otak dan membangun keterampilan bahasa awal. Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan literasi di rumah (Home Literacy Environment) memiliki peran signifikan dalam perkembangan bahasa dan membaca anak. Misalnya, studi oleh menemukan bahwa lingkungan literasi di rumah dapat memprediksi perkembangan bahasa dan membaca pada anak-anak yang berkembang secara tipikal. Selain itu, penelitian oleh menunjukkan bahwa membaca buku bersama dapat mengurangi dampak ketimpangan sosial ekonomi terhadap perkembangan bahasa awal anak.

Meskipun manfaatnya jelas, survei terbaru menunjukkan bahwa hanya 41% anak usia 0–4 tahun yang rutin dibacakan buku oleh orang tua mereka, menurun dari 64% pada tahun 2012 . Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran orang tua akan pentingnya membacakan buku sejak dini. Program seperti “Ready to Read” di Australia, yang menyediakan buku gratis untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu, telah menunjukkan hasil positif dalam meningkatkan keterampilan literasi awal. Dengan demikian, intervensi dini dan dukungan yang tepat dapat membantu membangun dasar literasi yang kuat bagi anak-anak sejak usia nol tahun.

Pengenalan Literasi di Sekolah

Pengenalan literasi di sekolah sejak dini merupakan langkah strategis dalam mendukung perkembangan bahasa, kognitif, dan sosial-emosional anak. Pendidikan usia dini, seperti di taman kanak-kanak (TK) dan kelompok bermain, menjadi tempat awal yang ideal untuk menumbuhkan kemampuan literasi dasar melalui kegiatan menyenangkan seperti membaca nyaring, bermain huruf, menggambar, dan menulis nama. Penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan anak dalam praktik literasi awal di sekolah berdampak signifikan terhadap kemampuan membaca dan menulis di jenjang selanjutnya (Neuman & Roskos, 2005). Kurikulum yang mendukung literasi emergen (emergent literacy) mendorong anak untuk memahami bahwa tulisan memiliki makna, serta menumbuhkan kesadaran fonemik, kosa kata, dan struktur naratif.

Pentingnya pengenalan literasi sejak dini juga ditegaskan dalam Early Childhood Education and Care (ECEC) framework dari OECD, yang menekankan pentingnya transisi yang mulus dari lingkungan rumah ke sekolah dalam membentuk fondasi literasi. Di Indonesia, Kurikulum Merdeka untuk PAUD telah menekankan pembelajaran berbasis bermain yang mendukung perkembangan literasi melalui kegiatan yang bermakna dan kontekstual. Penelitian oleh Piasta et al. (2012) juga menyatakan bahwa pelatihan literasi eksplisit oleh guru PAUD, seperti pengenalan huruf dan kosa kata melalui buku cerita, mampu meningkatkan keterampilan fonologis dan pemahaman bacaan secara signifikan. Oleh karena itu, penguatan kapasitas guru dan penyediaan lingkungan literasi yang kaya menjadi faktor kunci dalam keberhasilan pengenalan literasi di sekolah sejak usia dini.

Strategi Pembekalan Literasi

Pembekalan literasi kepada anak-anak dapat dilakukan dengan berbagai macam strategi. Berbeda aspek literasi yang hendak dibekalkan, berbeda juga strateginya. Beberapa strategi yang dapat diterapkan di antaranya adalah membaca bersama, lingkungan kaya teks, dan penggunaan teknologi.

Membaca Bersama

Membaca bersama (shared reading) merupakan strategi literasi yang melibatkan interaksi aktif antara anak dan orang dewasa saat membaca buku bersama. Strategi ini tidak hanya meningkatkan kemampuan bahasa anak, tetapi juga memperkuat hubungan emosional antara anak dan orang tua. Penelitian oleh Altamimi dan Ogdol (2023) menunjukkan bahwa pendekatan membaca bersama secara signifikan meningkatkan pemahaman membaca siswa taman kanak-kanak. Dalam studi tersebut, siswa yang terlibat dalam sesi membaca bersama menunjukkan peningkatan yang lebih besar dalam pemahaman teks dibandingkan dengan mereka yang tidak terlibat dalam aktivitas tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa membaca bersama dapat menjadi alat yang efektif dalam mengembangkan keterampilan literasi awal anak.

Selain meningkatkan keterampilan bahasa, membaca bersama juga berdampak positif pada kesejahteraan emosional anak dan orang tua. Sebuah studi oleh Canfield et al. (2020) menemukan bahwa membaca bersama antara orang tua dan anak dapat mengurangi stres pengasuhan dan meningkatkan kehangatan serta sensitivitas orang tua terhadap anak. Interaksi positif selama membaca bersama menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan sosial dan emosional anak, serta memperkuat ikatan antara orang tua dan anak.

Untuk memaksimalkan manfaat membaca bersama, penting bagi orang tua dan pendidik untuk melibatkan anak secara aktif selama sesi membaca. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan terbuka, mengaitkan cerita dengan pengalaman pribadi anak, dan mendorong anak untuk mengekspresikan pendapat mereka tentang cerita. Penelitian oleh Louari (2020) menunjukkan bahwa interaksi verbal yang terjadi selama membaca bersama berkontribusi secara signifikan terhadap perkembangan kosakata anak. Dengan demikian, membaca bersama bukan hanya aktivitas membaca pasif, tetapi juga kesempatan untuk membangun keterampilan komunikasi dan berpikir kritis anak.

Lingkungan Kaya Teks

Strategi lingkungan kaya teks (literacy-rich environment) merupakan pendekatan yang menekankan pentingnya menyediakan berbagai materi cetak dan visual di lingkungan belajar untuk mendukung perkembangan literasi anak. Lingkungan ini mencakup berbagai elemen seperti label, poster, papan buletin, sudut baca, dan materi cetak lainnya yang dirancang untuk menarik perhatian dan mendorong interaksi anak dengan teks. Tujuan utamanya adalah menciptakan suasana yang merangsang minat baca dan menulis, serta memperkaya kosakata dan pemahaman bahasa anak sejak usia dini. Menurut Reading Rockets, lingkungan kaya teks membantu anak-anak, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus, untuk lebih aktif dalam kegiatan literasi sehari-hari, sehingga memberikan pemahaman awal tentang fungsi bahasa lisan dan tulisan.

Implementasi lingkungan kaya teks telah terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan membaca awal anak. Penelitian oleh Behera (2024) menunjukkan bahwa penggunaan materi cetak yang beragam, seperti kartu kata, cerita bergambar, dan papan baca, secara signifikan meningkatkan pemahaman membaca siswa kelas II. Studi ini juga menyoroti bahwa lingkungan kaya teks mendorong partisipasi aktif siswa dalam kegiatan literasi, meningkatkan kepercayaan diri, dan kemampuan mereka untuk mengekspresikan ide dalam berbagai konteks. Dengan demikian, strategi ini tidak hanya memperkuat keterampilan membaca, tetapi juga mendukung perkembangan sosial dan emosional anak.

Untuk menciptakan lingkungan kaya teks yang efektif, kolaborasi antara guru, orang tua, dan komunitas sangat penting. Sekolah dapat menyediakan sudut baca yang menarik, memperbarui materi bacaan secara berkala, dan melibatkan siswa dalam kegiatan seperti membaca bersama dan diskusi buku. Di rumah, orang tua dapat menempatkan buku dan materi cetak lainnya di area yang mudah diakses anak, serta melibatkan mereka dalam kegiatan membaca harian. Penelitian oleh Yuliyati et al. (2022) menekankan bahwa lingkungan kelas yang kaya teks, menarik, dan mudah diakses mendukung gerakan literasi sekolah yang unggul, dengan peran aktif dari tim literasi, guru, siswa, dan orang tua.

Penggunaan Teknologi

Strategi penggunaan teknologi dalam pembelajaran literasi merupakan pendekatan penting untuk meningkatkan minat, keterampilan, dan pemahaman siswa terhadap teks di era digital. Melalui integrasi platform digital seperti Google Classroom dan aplikasi literasi seperti Duolingo atau Grammarly, siswa dapat mengakses materi belajar yang interaktif, mendapatkan umpan balik langsung, dan belajar secara mandiri maupun kolaboratif. Strategi ini mendorong pembelajaran yang lebih fleksibel, menarik, dan sesuai dengan kebutuhan belajar individual siswa.

Gamifikasi dalam pembelajaran literasi, seperti penggunaan Kahoot atau Quizizz, juga terbukti meningkatkan keterlibatan dan motivasi siswa. Selain itu, peningkatan literasi digital menjadi bagian integral dari pembelajaran literasi, membekali siswa dengan kemampuan menyaring informasi, memahami konten digital, serta berkomunikasi secara etis di dunia maya. Penelitian menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak hanya memperkuat keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga mendorong pengembangan berpikir kritis dan kolaborasi.

Peran orang tua dalam membimbing anak menggunakan teknologi juga sangat penting, khususnya dalam konsep “smart techno parenting.” Orang tua berperan dalam memilih konten yang mendidik, membatasi waktu layar, serta membangun kebiasaan digital yang sehat. Dengan kolaborasi yang baik antara guru dan orang tua, penggunaan teknologi dalam pembelajaran literasi dapat menjadi alat yang kuat untuk mencetak generasi yang melek huruf, informasi, dan teknologi.

Kesimpulan

Literasi merupakan fondasi utama dalam pengembangan kemampuan individu untuk memahami, mengelola, dan merespons informasi secara efektif dalam berbagai konteks kehidupan. Lebih dari sekadar kemampuan membaca dan menulis, literasi mencakup berbagai aspek seperti literasi numerasi, digital, sains, media, finansial, hingga budaya, yang kesemuanya penting dalam membentuk warga negara yang kritis, kreatif, dan bertanggung jawab. Pengenalan literasi sejak usia dini, baik di rumah maupun di sekolah, memiliki dampak jangka panjang terhadap prestasi akademik, kecakapan hidup, serta partisipasi aktif dalam masyarakat. Oleh karena itu, kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan lembaga pemerintah sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem literasi yang kuat dan berkelanjutan.

Daftar Pustaka

  1. Abidin, Y. (2018). Pembelajaran Literasi: Strategi Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika, Sains, Membaca, dan Menulis. Bumi Aksara.
  2. Altamimi, M. O., & Ogdol, R. (2023). The Effects of Shared Reading Approach on Improving Students’ Comprehension. International Journal of Research in Education and Science (IJRES), 9(2), 308–328. https://doi.org/10.46328/ijres.3047
  3. Atkinson, A., & Messy, F.-A. (2012). Measuring Financial Literacy: Results of the OECD / International Network on Financial Education (INFE) Pilot Study. OECD Working Papers on Finance, Insurance and Private Pensions, No. 15.
  4. Aufderheide, P. (1993). Media Literacy: A Report of the National Leadership Conference on Media Literacy. Aspen Institute.
  5. Banowati et al. (2023). Strategi inovatif dalam meningkatkan literasi dan numerasi siswa sekolah dasar di era digital. Jurnal Pendidikan Dasar, 13(1). https://jurnal.uns.ac.id/JPD/article/view/100501
  6. Behera, M. K. (2024). Effectiveness of Print-Rich Environment for Enhancing Reading Comprehensive Skills among FLN Grade. Journal of Emerging Technologies and Innovative Research (JETIR), 11(3). Retrieved from https://www.jetir.org/papers/JETIR2403938.pdf
  7. Belshaw, D. (2014). The Essential Elements of Digital Literacies. Self-published.
  8. Canfield, C. F., Seery, A. M., Weisleder, A., Workman, C., Cates, C. B., & Mendelsohn, A. L. (2020). Beyond Language: Impacts of Shared Reading on Parenting Stress and Early Parent-Child Relational Health. Academic Pediatrics, 20(5), 571–578. https://doi.org/10.1016/j.acap.2020.02.012
  9. Center for Media Literacy. (2021). Media Literacy: A Definition and More. Diakses dari https://www.medialit.org/media-literacy-definition
  10. Clay, M. M. (1966). Emergent Literacy. Heinemann Educational.
  11. Creamer, E. (2025). Most parents don’t enjoy reading to their children, survey suggests. The Guardian. https://www.theguardian.com/books/2025/apr/30/most-parents-dont-enjoy-reading-to-their-children-survey-suggests/
  12. Gilster, P. (1997). Digital Literacy. Wiley Computer Publishing.
  13. Goos, M., Stillman, G., & Vale, C. (2017). Teaching Secondary School Mathematics: Research and Practice for the 21st Century. Allen & Unwin.
  14. Hobbs, R. (2010). Digital and Media Literacy: Connecting Culture and Classroom. Corwin Press.
  15. Kemdikbud. (2017). Materi Pendukung Literasi Baca Tulis. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
  16. Kemdikbudristek. (2022). Kurikulum Merdeka pada PAUD: Panduan Implementasi Pembelajaran Berbasis Bermain.
  17. Kemdikbudristek. (2021). Modul Literasi Sains dalam Kurikulum Merdeka. Jakarta: Direktorat Sekolah Menengah Pertama.
  18. Kemdikbudristek. (2021). Panduan Literasi Numerasi di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal GTK.
  19. Kemdikbudristek. (2022). Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) – Numerasi. Diakses dari https://pusmenjar.kemdikbud.go.id/akm
  20. Kemkominfo. (2023). Literasi Digital Nasional. Diakses dari https://literasidigital.id
  21. Kholid & Darmawan (2023). Fitrah. https://doi.org/10.53802/fitrah.v4i2.622
  22. Li & Wechkama, T. (2024). Cultural Art Literacy: Incorporating Peony Porcelain into Educational Contexts. International Journal of Education & Literacy Studies.
  23. Louari, M. (2020). Shared reading, a factor influences child’s language improvement. International Journal of Educational Innovation, 2(3), 61–68. https://www.researchgate.net/publication/353953283
  24. Lusardi, A., & Mitchell, O. S. (2014). The Economic Importance of Financial Literacy: Theory and Evidence. Journal of Economic Literature, 52(1), 5–44. https://doi.org/10.1257/jel.52.1.5
  25. Millatina, S. N., Maryanti, R., & Wulandary, V. (2024). Penguatan Literasi Seni Budaya dan Kerajinan pada Materi Patung pada Siswa Kelas 6 SD Melalui Media Video Pembelajaran. Universitas Pendidikan Indonesia.
  26. National Research Council. (1996). National Science Education Standards. Washington, DC: The National Academies Press. https://doi.org/10.17226/4962
  27. Neuman, S. B., & Roskos, K. (1998). Children Achieving: Best Practices in Early Literacy. International Reading Association.(Wikipedia)
  28. Neuman, S. B., & Roskos, K. (2005). Whatever Happened to Developmentally Appropriate Practice in Early Literacy?. Young Children, 60(4), 22–26.
  29. Ng, W. (2012). Can we teach digital natives digital literacy?. Computers & Education, 59(3), 1065–1078. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2012.04.016
  30. OECD. (2016). OECD/INFE International Survey of Adult Financial Literacy Competencies. Paris: OECD Publishing. https://www.oecd.org/daf/fin/financial-education/OECD-INFE-International-Survey-of-Adult-Financial-Literacy-Competencies.pdf
  31. OECD. (2019). PISA 2018 Assessment and Analytical Framework. Paris: OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/b25efab8-en
  32. OECD. (2019). PISA 2018 Results (Volume I): What Students Know and Can Do. Paris: OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/5f07c754-en
  33. OECD. (2018). Programme for International Student Assessment. OECD Publishing.
  34. OECD. (2021). Starting Strong VI: Supporting Meaningful Interactions in Early Childhood Education and Care. Paris: OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/f47a06ae-en
  35. OJK. (2021). Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Revisi 2021). Jakarta: OJK. Diakses dari https://www.ojk.go.id
  36. Piasta, S. B., Justice, L. M., McGinty, A. S., & Kaderavek, J. N. (2012). Increasing Young Children’s Contact with Print During Shared Reading: Longitudinal Effects on Literacy Achievement. Child Development, 83(3), 810–820. https://doi.org/10.1111/j.1467-8624.2012.01754.x
  37. PMC. (2017). The Home Literacy Environment as a Predictor of the Early Literacy Development in Children at Family-Risk of Dyslexia. Frontiers in Psychology. https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2017.00578/full(PMC)
  38. Potter, W. J. (2013). Media Literacy (7th ed.). Sage Publications.
  39. The Access Center. (2025). Literacy-Rich Environments. Reading Rockets.. Retrieved from https://www.readingrockets.org/topics/classroom-management/articles/literacy-rich-environments
  40. Roberts, D. A., & Bybee, R. W. (2014). Scientific Literacy, Science Literacy, and Science Education. In S. K. Abell & N. G. Lederman (Eds.), Handbook of Research on Science Education (pp. 545–558). Routledge.
  41. Singh, L., Yeung, W. J. J., Cheng, Q., & Heng, E. Y. T. (2022). The home literacy environment mediates effects of socio-economic status on children’s early language development. Journal of Child Language. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36401883/
  42. Steen, L. A. (2001). Mathematics and Democracy: The Case for Quantitative Literacy. National Council on Education and the Disciplines.
  43. Syafriati, Z. (2023). Implementasi Proses Pembelajaran Kooperatif Siswa Pada Pembelajaran Belajar Seni Budaya MAN 2 Pesisir Selatan. ALACRITY: Journal Of Education, 3(2).
  44. UNESCO. (2023). Connections between child and adult literacy regarding learning. Diakses dari https://unesdoc.unesco.org/ark%3A/48223/pf0000146101(UNESCO Documents)
  45. UNESCO. (2021). Digital Literacy: A UNESCO Guide for the Public Sector. Diakses dari https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000377067
  46. UNESCO. (2017). Early Childhood Care and Education Matters. https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000260886
  47. UNESCO. (2023). Early intervention and culture: preparation for literacy; the interface. Diakses dari https://unesdoc.unesco.org/ark%3A/48223/pf0000096123
  48. UNESCO. (2021). Media and Information Literacy Curriculum for Teachers. Diakses dari https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000192971
  49. UNESCO. (2023). Literacy: what you need to know. Diakses dari https://www.unesco.org/en/literacy/need-know
  50. UNESCO. (2023). Literacy in multiple languages promotes inclusive societies. Diakses dari https://www.unesco.org/en/articles/literacy-multiple-languages-promotes-inclusive-societies
  51. UNESCO. (2023). Teacher’s guide on early grade reading instruction. Diakses dari https://unesdoc.unesco.org/ark%3A/48223/pf0000373170
  52. UNESCO. (2023). Teaching reading in primary schools. Diakses dari https://unesdoc.unesco.org/ark%3A/48223/pf0000135162
  53. UNESCO. (2023). What you need to know about early childhood care and education. Diakses dari https://www.unesco.org/en/early-childhood-education/need-know
  54. Van Kleeck, A., & Schuele, C. M. (2010). Historical Perspectives on Literacy in Early Childhood. American Journal of Speech-Language Pathology, 19, 341–355.
  55. Wibisana, H., & Edahwati, L. (2024). Kemampuan Literasi bagi Seorang Mahasiswa. Kumparan.
  56. World Bank. (2013). Enhancing Financial Capability and Inclusion in Indonesia. Washington, D.C.: World Bank Publications.
  57. Yore, L. D., & Treagust, D. F. (2006). Current Realities and Future Possibilities: Language and Science Literacy—Empowering Research and Informing Instruction. International Journal of Science Education, 28(2-3), 291–314. https://doi.org/10.1080/09500690500336973
  58. Yuliyati, E., Purbaningrum, E., Sujarwanto, & Ainin, I. Q. (2022). Literature Class Environments Rich in Texts Supporting the Excellent School Literature Movement. Atlantis Press. Retrieved from https://www.atlantis-press.com/article/125967489.pdf
  59. Zero to Three. (2024). What We Know About Early Literacy and Language Development. Diperoleh dari: https://www.zerotothree.org/resource/what-we-know-about-early-literacy-and-language-development/