Pendahuluan
Dalam dunia pendidikan, guru dan dosen memerlukan kerangka kerja untuk menilai dan merancang pembelajaran berdasarkan tingkat pemahaman siswa. Salah satu pendekatan yang menawarkan struktur sistematis adalah Taksonomi SOLO (Structure of the Observed Learning Outcome) yang dikembangkan oleh John Biggs dan Kevin Collis pada tahun 1982. Berbeda dengan Taksonomi Bloom yang lebih populer dan berbasis pada jenis proses kognitif, Taksonomi SOLO menekankan kualitas dan kompleksitas pemahaman siswa dalam menjawab atau merespon suatu tugas pembelajaran.
Konsep Dasar Taksonomi SOLO
Taksonomi SOLO mengklasifikasikan hasil belajar siswa ke dalam lima tingkat hierarkis berdasarkan tingkat kompleksitasnya:
- Pre-structural (Belum Terstruktur):
Siswa belum memahami materi. Jawaban tidak relevan atau menunjukkan kesalahpahaman total. - Uni-structural (Satu Struktur):
Siswa memahami satu aspek dari topik, tetapi masih dangkal dan terbatas. - Multi-structural (Beberapa Struktur):
Siswa memahami beberapa aspek secara terpisah namun belum mampu menghubungkannya secara holistik. - Relational (Relasional):
Siswa mulai menghubungkan berbagai aspek menjadi satu kesatuan makna yang utuh. Ini menunjukkan pemahaman konseptual yang baik. - Extended Abstract (Abstrak Lanjutan):
Siswa mampu menggeneralisasi, menyusun prinsip, dan menerapkan konsep ke situasi baru secara kreatif.
(Sumber: Biggs & Collis, 1982)
Keunggulan Taksonomi SOLO
Taksonomi ini memiliki beberapa keunggulan dalam praktik pendidikan:
- Berorientasi pada kualitas jawaban siswa.
Guru tidak hanya menilai benar atau salah, tapi juga seberapa dalam siswa memahami konsep. - Mendukung perancangan kurikulum dan asesmen.
SOLO memberikan panduan untuk membuat pertanyaan dan tugas yang menuntut tingkat pemikiran yang lebih tinggi. - Selaras dengan prinsip pembelajaran konstruktivis.
Siswa membangun pengetahuannya secara bertahap dari pemahaman sederhana ke kompleks.
Contoh Penerapan
Misalnya dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar mengenai konsep daur air:
- Pre-structural: “Daur air itu air yang muter-muter.”
- Uni-structural: “Air menguap menjadi uap.”
- Multi-structural: “Air menguap, lalu menjadi awan, lalu turun hujan.”
- Relational: “Daur air melibatkan penguapan, kondensasi, dan presipitasi yang saling berkaitan membentuk siklus.”
- Extended Abstract: “Daur air penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan ketersediaan air. Jika terganggu, akan berpengaruh pada lingkungan.”
Dengan demikian, guru dapat mengidentifikasi tingkat pemahaman siswa dan merancang pembelajaran yang mendorong peningkatan ke tingkat selanjutnya.
Perbandingan dengan Taksonomi Bloom
| Aspek | Taksonomi Bloom | Taksonomi SOLO |
|---|---|---|
| Fokus | Jenis proses kognitif | Kompleksitas dan kualitas pemahaman |
| Pendekatan | Vertikal (naik level proses) | Holistik (perkembangan kualitas jawaban) |
| Tahapan | 6 (Mengingat hingga mencipta) | 5 (dari pre-structural hingga extended abstract) |
(Sumber: Biggs & Tang, 2011)
Implikasi untuk Guru dan Pengembang Kurikulum
Taksonomi SOLO dapat digunakan untuk:
- Mendesain rubrik penilaian yang lebih tepat.
- Merancang pertanyaan terbuka dan tugas proyek.
- Melatih siswa berpikir reflektif dan metakognitif.
- Mengidentifikasi strategi intervensi pembelajaran yang sesuai.
Kesimpulan
Taksonomi SOLO menawarkan pendekatan yang berguna bagi pendidik untuk menilai pemahaman siswa secara lebih bermakna. Dengan memperhatikan kualitas respon, bukan hanya kuantitas, guru dapat membantu siswa berkembang dari pengetahuan permukaan menuju pemahaman yang mendalam dan transfer pengetahuan yang lebih tinggi.
Daftar Pustaka
- Biggs, J., & Collis, K. (1982). Evaluating the Quality of Learning: The SOLO Taxonomy (Structure of the Observed Learning Outcome). New York: Academic Press.
- Biggs, J., & Tang, C. (2011). Teaching for Quality Learning at University (4th ed.). McGraw-Hill Education.
- Hattie, J., & Brown, G. T. L. (2004). Cognitive processes in asTTle: The SOLO taxonomy. University of Auckland.
- Hook, P., & Mills, G. (2011). Solo Taxonomy: A Guide for Schools. NZCER Press.
Kembali ke:
Postingan Terbaru
- Kids need soft skills in the age of AI, but what does this mean for schools?
- The ChatGPT effect: In 3 years the AI chatbot has changed the way people look things up
- Girls and boys solve math problems differently – with similar short-term results but different long-term outcomes
- Metode Studi Kasus untuk Riset di Bidang Pendidikan
- Literasi Digital: Senjata penting untuk Hidup di Era Digital
Bergabunglah dengan kami.
Mari ikut berkontribusi membangun peradaban melalui tulisan.


Tinggalkan komentar