Inovasi Pembelajaran

Bab 1. Pendahuluan

Pada rentang tahun 2008-2010, Blackberry, sebuah merk dagang telepon pintar (smartphone) asal Kanada, merajai pasar di seluruh dunia. Blackberry menguasai pasar lebih dari 50% di Amerika Serikat dan 20% di pasar global pada masa puncak kejayaannya (Luo, 2018). Keunggulan Blackberry pada waktu itu adalah tingkat keamanannya yang tinggi sehingga disukai oleh para pebisnis, pemimpin perusahaan, serta para pemimpin negara. Selain itu, fiturnya yang jauh lebih lengkap dan lebih mudah dioperasikan dibandingkan para pesaingnya menjadikannya disukai banyak kalangan termasuk anak muda.

Namun, masa kejayaan Blackberry tidak berlangsung lama. Karena keterlambatannya membaca pergeseran dan perkembangan keinginan dan tuntutan pasar, Research In Motion (RIM) sebagai perusahaan yang memproduksi Blackberry terlambat melakukan penyesuaian-penyesuaian. Berbagai upaya yang dilakukan RIM untuk kembali ke jalur yang benar ternyata tidak membuahkan hasil. Produk-produk yang ditawarkan berikutnya tidak mendapatkan respon positif dari konsumen. Blackberry tidak mampu bersaing dengan berbagai merk telepon pintar lainnya terutama Iphone besutan Apple serta berbagai merk telepon pintar yang berbasis Android dari Google seperti Samsung. Sejak tahun 2011 hingga tahun 2016, penjualan Blackberry merosot tajam hingga akhirnya pangsa pasar mereka terjun bebas hingga 0% di pasar global (Luo, 2018).

Dari berbagai tinjauan banyak pakar, satu kata yang membunuh raja telepon pintar sekelas Blackberry adalah inovasi. RIM sebagai perusahaan yang membesut merk tersebut terlambat melakukan inovasi untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan tuntutan pasar. Kalaupun kemudian RIM melakukan pembaharuan-pembaharuan di banyak aspek pada telepon pintar buatannya, arah pembaharuan tersebut dinilai keliru, tidak sesuai dengan tren perkembangan pasar saat itu. Akibatnya, produk-produk yang dihasilkan RIM mengalami kegagalan penjualan besar-besaran di pasar telepon pintar.

Berkebalikan dengan nasib Blackberry di atas, berbagai perusahaan yang berhasil melakukan inovasi secara sempurna bukan hanya mampu bertahan di tengah persaingan ketat memperebutkan pasar, melainkan juga mampu menjadi pemenang sekaligus penguasa pasar. Contohnya Tesla, salah satu perusahaan otomotif yang memproduksi kendaraan listrik, telah berhasil menjadi penguasa pasar otomotif mengalahkan perusahaan-perusahaan raksasa yang sudah mapan puluhan tahun berkat inovasi yang dilakukannya dalam mengembangkan kendaraan yang digerakkan tenaga listrik. Inovasi kendaraan listrik yang dilakukan Tesla bukan hanya menjadi tren baru dalam berkendara, tetapi juga menjadi solusi dalam mengatasi berbagai masalah lingkungan terutama pemanasan global dan perubahan iklim. Inovasi Tesla telah membuat nilai perusahaan tersebut naik ribuan kali lipat sekaligus mengantarkan Elon Musk, sang pemimpin perusahaan, menjadi orang terkaya di dunia pada awal tahun 2021.

Pandangan tentang Inovasi

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah inovasi diartikan sebagai penemuan baru yang berupa gagasan, metode, atau alat yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya. Sementara itu, He (2017) mendefinisikan inovasi sebagai aktivitas-aktivitas menciptakan produk-produk material atau produk-produk intelektual untuk peradaban dan kemajuan masyarakat. Inovasi terkadang menghasilkan sesuatu yang benar-benar baru atau hanya mengubah sesuatu yang sudah ada menjadi tampak baru.

Hitcher (2006) dalam bukunya The innovation paradigm menjelaskan bahwa inovasi pada awalnya dianggap sebagai sebuah seni yang membutuhkan inspirasi, imajinasi, keterampilan-keterampilan yang dipelajari, dan kemampuan bawaan. Inovasi dianggap hanya mampu dilakukan oleh orang-orang yang memiliki bakat tertentu, tidak bisa dilakukan oleh semua orang. Tapi kemudian Hitcher membuktikan bahwa anggapan bahwa inovasi merupakan seni adalah keliru. Inovasi bukanlah seni melainkan sains yang dapat dipelajari. Itu artinya, inovasi tidak hanya dapat dilakukan orang-orang bertalenta saja, melainkan dapat dipelajari dan dilakukan oleh semua orang.

Di era yang sangat canggih sekarang ini, inovasi sudah menjadi sebuah keniscayaan. Inovasi harus dilakukan oleh semua pihak baik lembaga pemerintahan, perusahaan-perusahaan, lembaga pendidikan, berbagai macam organisasi kemasyarakatan, bahkan individu-individu. Tanpa atau tidak melakukan inovasi berarti terbelakang, kalah, bangkrut, bahkan mati. Negara yang tidak melakukan inovasi menjadi negara terbelakang. Perusahaan yang tidak melakukan inovasi menjadi perusahaan pecundang, bangkrut, kemudian mati. Individu-individu yang tidak melakukan inovasi akan kalah bersaing dalam mendapatkan pekerjaan yang layak bahkan mungkin menjadi pengangguran yang untuk bertahan hidup pun tinggal menunggu belas kasihan.

Inovasi sudah menjadi faktor fundamental suatu bangsa dan negara modern untuk mempertahankan status, keberadaan, dan pengaruhnya. Global Innovation Indeks setiap tahun melakukan pengukuran dan penilaian terhadap tingkat inovasi di suatu negara untuk menentukan seberapa berkembang negara tersebut. Negara-negara yang termasuk kategori maju merupakan negara-negara yang masuk peringkat atas dalam daftar yang dibuat lembaga tersebut. Sementara negara-negara berkembang atau bahkan terbelakang merupakan negara-negara yang masuk peringkat menengah ke bawah. Setiap tahun Indonesia selalu masuk ke dalam kategori kedua ini. Pada tahun 2019, Indonesia menduduki peringkat 85 dari 129 negara (Global Innovation Index, 2019).

Inovasi juga menjadi strategi utama perusahaan-perusahaan mulai dari usaha skala kecil, menengah, hingga perusahaan-perusahaan raksasa untuk tetap bertahan di tengah persaingan bisnis yang ketat. Perusahaan-perusahaan yang tetap bertahan adalah perusahaan-perusahaan yang terus menerus melakukan inovasi secara berkelanjutan. Sementara perusahaan-perusahaan yang stagnan, tidak melakukan inovasi, pada akhirnya mengalami kemunduran bahkan sampai mengalami kebangkrutan, tergulung oleh persaingan ketat dalam memperebutkan pasar. Blackberry yang diceritakan di bagian awal merupakan salah satu contoh kegagalan berinovasi paling besar dalam tahun-tahun belakangan ini.

Individu-individu yang memiliki kemampuan berpikir kreatif dan inovatif menjadi incaran banyak perusahaan, mulai dari perusahaan nasional hingga perusahaan multinasional yang menawarkan gaji super tinggi. Setiap tahun perusahaan sekelas Alfabet (induk perusahaan Google) menyeleksi calon karyawan yang bukan sekedar pintar dan jenius melainkan juga kreatif dan inovatif. Orang-orang kreatif yang enggan bekerja untuk perusahaan-perusahaan sekelas Alfabet, Amazon, Apple, Facebook atau Samsung, dapat mendirikan perusahaannya sendiri dengan mendirikan perusahaan rintisan (startups). Facebook merupakan contoh sukses perusahaan startups kelas dunia. Sementara Gojek merupakan salah satu contoh sukses untuk kelas Indonesia. Lalu kemana individu-individu yang tidak kreatif dan inovatif? Mereka menjadi penghuni daftar pengangguran yang makin hari makin membludak. Kalaupun bekerja, mereka mendapatkan pekerjaan kasar dan berat dengan bayaran yang sangat murah serta tidak terjamin keberlangsungannya.

Inovasi sepanjang sejarah manusia

Jika inovasi dimaknai sebagai kegiatan pembaharuan, maka fakta bahwa manusia mampu melakukan inovasi bukan hal yang aneh dan baru. Manusia (Homo sapiens, spesies kita) telah mampu melakukan pekerjaan yang jauh lebih sulit di masa lampau yaitu menciptakan atau menemukan hal-hal baru yang belum ada sama sekali sebelumnya. Mereka membuat alat berburu yang belum ada sebelumnya dan tidak pernah bisa dibuat oleh spesies hewan lainnya. Mereka juga menemukan cara membuat api yang belum ada sebelumnya. Tentunya kegiatan memunculkan sesuatu yang belum ada menjadi ada, jauh lebih sulit dibandingkan dengan sekedar memdifikasi atau memperbaharui apa yang sudah ada.

Menelusuri kegiatan manusia (Homo sapiens) berinovasi di masa lalu bukanlah pekerjaan sulit. Mereka meninggalkan jejak-jejaknya berupa berbagai macam artefak yang dapat dipelajari hingga saat ini. Jejak-jejak tersebut mulai dari yang berukuran kecil seperti kerang laut sampai dengan berukuran sangat besar seperti piramida di Mesir. Jejak-jejak yang ditinggalkan manusia atau masyarakat di masa lampu inilah yang menjadi petunjuk para antropolog dan sejarawan mempelajari masa lalu serta merekonstruksi perkembangan peradaban manusia. Rekonstruksi sejarah merupakan salah satu cara yang tepat untuk mempelajari bagaimana manusia berinovasi dari awal kemunculannya sampai sekarang ini.

Pada awalnya, manusia purba dari berbagai spesies yang berbeda termasuk spesies Homo sapiens mengumpulkan makanan dari sisa-sisa makanan hewan buas berupa sumsum yang berada di dalam tulang-tulang sisa makanan tersebut. Entah karena apa, mereka kemudian berinovasi membuat alat berupa tombak yang terbuat dari kayu dan batu untuk berburu dan mengumpulkan makanan sendiri. Alat-alat pengumpul makanan ini juga mengalami pembaharuan dari waktu ke waktu baik dalam segi bahannya maupun bentuknya. Tidak hanya itu, manusia purba juga berinovasi dalam mengolah makanan yang diperoleh dengan menggunakan api. Sebelum ditemukan api, manusia purba memakan makanan yang masih mentah. Setelah ditemukannya api, mereka mulai memakan makanan yang dimasak dengan api, terutama dengan cara dipanggang.

Cara mengumpulkan makanan berburu dan menjelajah dilakukan dalam kurun waktu yang sangat lama yaitu puluhan ribu tahun. Sekitar 70 ribu tahun yang lalu, tanpa diketahui dengan pasti penyebabnya, spesies Homo sapiens mulai mengalami revolusi kognitif yaitu perkembangan pikiran yang signifikan, yang diyakini tidak dialami oleh spesies manusia purba lainnya. Lalu sebagai hasilnya, sekitar tahun 10.000 SM, Homo sapiens mulai berinovasi dalam hal memperoleh makanan dengan cara menetap di suatu tempat dan mulai bercocok tanam. Ini menandai dimulainya revolusi agrikultur atau pertanian. Banyak ahli sejarah yang masih berdebat tentang faktor penyebab munculnya revolusi ini. Namun yang pasti, revolusi tersebut semakin mendorong manusia melakukan inovasi-inovasi. Inovasi yang dilakukan misalnya dalam hal pembuatan alat pengolah tanah, cara mengolah tanah, cara bercocok tanam, cara memanen, dan lain sebagainya.

Seiring bertambahnya jumlah populasi dalam suatu kelompok, manusia juga melakukan inovasi dalam hal cara pengorganisasian dan pengaturan kelompok. Ketika masih berburu dan mengumpulkan makanan, manusia hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan hanya puluhan orang. Tidak ada tantangan berarti untuk mengorganisasikan kelompok kecil seperti itu. Namun, semenjak mereka menetap dan bercocok tanam, anggota kelompok tumbuh dengan pesat sehingga membutuhkan cara tertentu dalam berinteraksi, mengatur kegiatan, serta berbagi tanggung jawab. Cara-cara mengorganisasikan kelompok ini mengalami inovasi dari waktu ke waktu hingga terbentuklah kota-kota kecil, kerajaan, bahkan kemudian imperium seperti Romawi, Persia, Abbasiyah, atau Ottoman.

Pengaturan kelompok dalam jumlah besar menjadi memungkinkan untuk dilakukan karena manusia telah menemukan dan mengembangkan bahasa khusus yang tidak dimiliki spesies lain. Bahasa manusia mengalami inovasi mulai dari bahasa isyarat dengan menggunakan anggota badan, bahasan lisan menggunakan mulut, sampai dengan bahasa tertulis yang menggunakan simbol-simbol atau huruf-huruf. Bahasa tertulis pun mengalami inovasi. Pada awalnya bahasa tertulis hanya berupa simbol-simbol yang terpisah-pisah sehingga disebut bahasa tulis parsial. Bahasa seperti ini belum bisa dijadikan media berkomunikasi, melainkan hanya sebagai media penyimpanan informasi penting seperti catatan pajak. Bahasa seperti ini pertama kali dikembangkan oleh bangsa Sumeria. Bahasa tersebut mengalami inovasi dengan munculnya bahasa tulis penuh dimana simbol-simbol yang terpisah dapat digabungkan untuk membentuk kata dan kalimat seperti yang dilakukan pertama kali oleh orang-orang Mesir Kuno melalui aksara hieroglifnya. Bahasa tulis penuh ini muncul dalam berbagai macam bentuk yang salah satunya kemudian terus berkembang hingga menjadi abjad latin seperti yang digunakan untuk menulis buku yang sedang Anda baca ini.

Sekitar 12.000 tahun setelah revolusi agrikultur, di awal abad ke-18, manusia mengubah lagi cara hidupnya. Manusia mengubah cara memproduksi barang dengan membangun industri-industri yang kemudian disebut era revolusi industri. Inovasi pada era ini terjadi jauh lebih pesat dibandingkan sebelumnya. Inovasi dilakukan di segala bidang kehidupan, terutama yang paling terasa adalah di bidang teknologi. Pada era ini bermunculan teknologi-teknologi baru yang dari waktu ke waktu mengalami pembaharuan secara terus menerus. Teknologi mesin penggerak di dunia industri pada awalnya menggunakan mesin uap, lalu berubah menjadi mesin pembakaran dalam (mesin berbahan bakar solar atau bensin), lalu berubah lagi menjadi motor listrik. Sampai saat ini, para pakar sepakat bahwa sudah empat kali terjadi revolusi industri dalam kurun waktu kurang dari 200 tahun. Saat ini kita sedang memasuki revolusi industri tahap keempat (Industrial Revolution 4.0).

Kemampuan melakukan inovasi merupakan salah satu kekuatan terbesar spesies Homo sapiens dalam beradaptasi dengan lingkungan dan memenangkan persaingan dengan spesies lain. Banyak pakar sejarah maupun pakar biologi evolusi yang meyakini bahwa kemampuan berpikir khususnya melakukan inovasi yang dimiliki Homo sapiens telah berhasil menaklukkan batasan genetis yang tertanam di dalam DNA untuk menjalani proses evolusi jauh lebih cepat dibandingkan spesies manapun di muka bumi ini. Manusia tidak lagi bergantung dengan kode genetik di dalam DNA untuk menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan dan perubahan-perubahan lingkungan. Kemampuan melakukan inovasi cukup untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan sekitar.

Inovasi di Era Revolusi Industri 4.0 dan Ekonomi Kreatif

Inovasi yang dilakukan manusia (Homo sapiens) pada zaman dulu berlangsung dengan sangat lambat. Butuh ribuan bahkan puluhan ribu tahun untuk memperbaharui berbagai cara, metode, dan alat yang digunakan dalam berinteraksi dengan alam maupun dengan sesamanya. Hal tersebut sangat berbeda dengan inovasi yang terjadi pada era revolusi industri yang masih berlangsung hingga sekarang ini. Inovasi pada era sekarang terjadi secara lebih cepat dan dramatis dibandingkan era-era sebelumnya. Tidak perlu hitungan ribuan, ratusan atau puluhan tahun, inovasi dapat dilakukan dalam hitungan tahun, bulan, minggu, bahkan hari.

Secara umum, inovasi di bidang teknologi telah mengubah dunia industri dengan sangat cepat. Teknologi-teknologi canggih saat ini seperti kecerdasan buatan (artifisial intelligence), robotik, internet untuk segalanya (internet of things), penyimpanan berbasis awan (cloud), big data, virtual reality, dan teknologi lainnya telah membuat industri mengalami digitalisasi dan otomasi sehingga dapat menghilangkan ketergantungan kepada tenaga kerja manusia. Dengan begitu, proses industrialisasi menjadi jauh lebih efektif dan efisien. Perubahan dunia industri secara drastis inilah yang kemudian disebut dengan istilah Revolusi Industri tahap keempat (Industrial Revolution 4.0).

Di era Revolusi Industri 4.0 ini, setiap tahun berbagai perusahaan raksasa mengeluarkan produk-produk baru yang inovatif. Di bidang elektronik, misalnya, setiap tahun produk baru telepon pintar (smarphone) diperkenalkan kepada konsumen. Produk baru ini memiliki kinerja yang lebih baik, entah itu kecepatan memproses datanya yang semakin cepat, ruang penyimpanannya yang makin besar, hasil jepretan kameranya yang makin tajam, atau layarnya yang semakin jernih. Harganya pun kadang memang meningkat. Tapi itu sebanding dengan investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk meningkatkan kualitas produknya. Persaingan antar merk terjadi baik pada kinerjanya maupun harganya. Inovasi dilakukan untuk meningkatkan kinerja atau untuk menurunkan biaya produksi agar produk yang ditawarkan menjadi lebih murah sehingga harganya dapat bersaing. Perusahaan yang tidak mampu atau gagal melakukan inovasi secara tepat, dapat mengalami kekalahan dalam persaingan. Produknya tidak laku terjual di pasaran. Kalaupun terjual, penjualannya tidak sesuai dengan perkiraan sehingga mendatangkan kerugian.

Inovasi di bidang teknologi bukan hanya terjadi pada perangkat keras seperti telepon pintar, komputer pribadi (personal computer), atau kendaraan bermotor, melainkan juga pada perangkat lunaknya berupa berbagai macam aplikasi komputer. Aplikasi-aplikasi yang ditanamkan di komputer pribadi atau telepon pintar berinovasi jauh lebih cepat. Dalam hitungan bulan, bermunculan aplikasi-aplikasi baru. Aplikasi yang sudah ada pun terus diperbaharui beberapa kali dalam hitungan minggu atau bulan. Inovasi ini dilakukan untuk terus menerus meningkatkan layanan. Persaingan memperebutkan pasar juga berkaitan dengan tingkat layanan ini. Perusahaan atau produk yang memberikan layanan terbaik akan memenangkan persaingan. Sebaliknya perusahaan atau produk yang layanannya buruk akan ditinggalkan konsumen yang kemudian beralih ke perusahaan atau produk yang memberikan layanan yang lebih baik.

Tuntutan untuk terus melakukan inovasi secara terus menerus membuat kegiatan ekonomi digerakkan oleh kreativitas manusia. Karena pentingnya kreativitas dalam aktivitas ekonomi, maka era sekarang ini disebut juga sebagai era ekonomi kreatif. Istilah ini diperkenalkan pertama kali oleh John Howkins dalam bukunya Creative Economy: How People Make Money from Ideas. Howkins (2001) mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai penciptaan nilai sebagai hasil dari ide-ide. Kemampuan berinovasi menjadi salah satu syarat mutlak untuk menghasilkan ide-ide dalam menghadapi era ekonomi kreatif. Ide-ide kreatif inilah yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan serta aktivitas ekonomi baru.

Inovasi Pembelajaran

Faktor utama kegiatan berinovasi di semua bidang kehidupan adalah sumber daya manusia (OECD, 2018). Inovasi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang kreatif dan inovatif. Tidak dapat dipungkiri bahwa orang-orang seperti itu hanya dapat dimunculkan atau dihasilkan oleh pendidikan yang berkualitas. Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu dalam meningkatkan inovasi (Shapiro dkk., 2007). Pendidikan di era sekarang ini dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif yang akan menggerakkan inovasi di berbagai bidang kehidupan. Untuk tujuan tersebut, proses pendidikan tidak lagi cukup sebagai proses transfer pengetahuan, melainkan proses pengembangan kreativitas peserta didik. Perubahan orientasi tersebut membutuhkan inovasi-inovasi dalam praktiknya di lapangan.

Ada tiga ide utama berkaitan dengan inovasi di bidang pendidikan yaitu (1) menciptakan cara baru untuk membuat siswa terlibat dalam aktivitas belajar mandiri; (2) menciptakan cara baru mengorganisasikan sekolah; dan (3) membangun infrastruktur sekolah. Aspek pendidikan yang bersentuhan langsung dengan peserta didik adalah proses belajar dan pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas. Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas terutama SDM yang kreatif dan inovatif, kualitas proses belajar dan pembelajaran harus ditingkatkan secara terus menerus melalui berbagai macam pembaharuan secara berkelanjutan. Pembaharuan terhadap proses pembelajaran inilah yang disebut dengan inovasi pembelajaran. Inovasi dalam hal teori dan praktek belajar dan pembelajaran seharusnya menjadi fokus utama inovasi pendidikan (Serdyukov, 2017).

Pengertian Inovasi Pembelajaran

Inovasi pembelajaran merupakan topik yang menjadi fokus pembahasan dalam buku ini. Inovasi pembelajaran tentu lebih sempit dibandingkan inovasi pendidikan. Untuk memperjelas apa itu inovasi pembelajaran, istilah pembelajaran itu sendiri akan didefinisikan terlebih dahulu. Istilah pembelajaran ini berbeda dengan istilah pengajaran. Kedua istilah itu memliki makna yang berbeda. Perbedaan makna antara keduanya dikarenakan perbedaan dalam mendefinisikan belajar. Paling tidak ada dua pandangan yang berbeda tentang belajar, yaitu pandangan menurut teori behaviorisme dan pandangan menurut teori konstruktivisme.

Behaviorisme dan konstruktivisme memiliki pandangan yang berbeda tentang belajar dan pembelajaran. Menurut pandangan behaviorisme, belajar adalah perubahan perilaku sebagai akibat dari adanya stimulus dan respon. Istilah pengajaran seringkali dipakai untuk kegiatan belajar menurut pandangan behaviorisme. Pengajaran didefinisikan sebagai kegiatan pemberian instruksi atau informasi (stimulus) oleh pengajar kepada pembelajar untuk mengubah perilaku (respon) mereka. Sementara menurut pandangan konstruktivisme, belajar didefinisikan sebagai proses pengkonstruksian (pembangunan) pengetahuan di dalam pikiran siswa. Istilah pembelajaran banyak digunakan oleh para penganut teori belajar konstruktivisme. Pembelajaran didefinisikan sebagai kegiatan memfasilitasi proses belajar yang dilakukan oleh para pembelajar. Pembelajaran yang dimaksudkan di dalam buku ini merujuk kepada istilah pembelajaran yang dikemukakan oleh para penganut konstruktivisme.

Ketika kata inovasi dipadukan dengan kata pembelajaran maka terbentuklah istilah baru yaitu inovasi pembelajaran. Inovasi pembelajaran bersifat lebih spesifik dibandingkan dengan kata inovasi yang berdiri sendiri. Inovasi pembelajaran hanya berlaku pada kegiatan pembelajaran saja yang berbeda dengan inovasi pada bidang lain. Secara sederhana, inovasi pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kegiatan memperbaharui semua komponen pembelajaran untuk meningkatkan kualitas semua komponen tersebut sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara lebih efektif dan lebih efisien.

Pembelajaran mengandung tiga komponen utama yaitu aktivitas pembelajaran, sumber belajar, dan pendukung pembelajaran. Aktivitas pembelajaran merupakan segala bentuk kegiatan interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan sumber belajar dan lingkungan di sekitarnya. Sumber belajar sendiri dapat diartikan sebagai segala macam bentuk bahan yang mengandung materi pelajaran yang sedang dipelajari dan dikuasai siswa. Sementara pendukung pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat melancarkan atau memudahkan keseluruhan proses pembelajaran. Inovasi pembelajaran dapat dilakukan pada semua komponen itu. Rincian tentang seperti apa inovasi pembelajaran pada setiap komponen akan diuraikan secara detil pada bab 3.

Dua Macam Kegiatan Inovasi Pembelajaran

Inovasi pembelajaran yang dimaksud di dalam buku ini meliputi dua kegiatan utama yaitu kegiatan pengembangan produk inovasi pembelajaran dan kegiatan penerapan produk tersebut di lingkungan sebenarnya. Kegiatan pengembangan dilakukan untuk menghasilkan produk inovasi pembelajaran yang memiliki nilai kebaruan (novelty) atau bersifat inovatif. Misalnya seorang peneliti pendidikan mengembangkan suatu lingkungan pembelajaran menggunakan teknologi augmented reality yang mana lingkungan pembelajaran seperti itu belum ada sebelumnya.

Sementara itu, kegiatan penerapan produk inovasi pembelajaran dilakukan untuk memperbaharui proses pembelajaran di lapangan yang sesungguhnya (misalnya di ruang kelas) sehingga dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran tersebut. Contohnya, seorang dosen ingin meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam pembelajaran. Setelah dianalisisnya, kurangnya partisipasi mahasiswa selama ini disebabkan model pembelajarannya yang masih berpusat pada aktivitas dosen yaitu model pembelajaran ekspositori (didominasi ceramah dosen). Dia kemudian memutuskan untuk mengubah suasana belajar dengan menerapkan model pembelajaran berbasis proyek. Kegiatan dosen yang menerapkan model pembelajaran tersebut merupakan contoh kegiatan penerapan inovasi pembelajaran.

Pengembangan dan penerapan produk inovasi pembelajaran sama-sama penting. Pengembangan produk inovasi pembelajaran menjadi sia-sia kalau produk itu tidak diterapkan untuk memperbaharui, memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Begitu juga kegiatan penerapan produk inovasi pembelajaran juga kering tanpa adanya pengembangan produk inovasi pembelajaran. Oleh karena itu, kedua kegiatan tersebut harus dilakukan secara semua secara beriringan. Keunggulan produk inovasi pembelajaran yang telah dikembangkan dapat diterapkan untuk meningkatkan praktik pembelajaran di kelas. Begitu juga, kelemahan dan kekurangan penerapan inovasi pembelajaran di kelas dapat menjadi sumber atau dasar untuk melaksanakan inovasi pembelajaran selanjutnya.

Pelaku Kegiatan Inovasi Pembelajaran

Kegiatan pengembangan dan penerapan inovasi pembelajaran dilakukan oleh seorang inovator. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan inovator sebagai orang yang memperkenalkan gagasan, metode, dan sebagainya yang baru. Inovator dapat pula didefinisikan sebagai orang yang menghadirkan ide atau gagasan baru dalam rangka mengubah, memperbaiki, atau meningkatkan kualitas sesuatu. Inovator yang melakukan inovasi pada aspek pembelajaran dapat disebut sebagai inovator pembelajaran. Dalam pembahasan buku ini, inovator pembelajaran dibedakan menjadi dua kategori yaitu inovator primer dan inovator sekunder.

Inovator primer adalah orang yang menciptakan ide baru untuk menghasilkan teknologi pembelajaran yang inovatif. Inovator primer melaksanakan kegiatan pengembangan produk inovasi pembelajaran. Inovato primer ini meliputi para peneliti atau perekayasa yang melakukan penelitian, perekayasaan, dan pengembangan teknologi pembelajaran untuk menciptakan produk-produk pembelajaran yang inovatif yang sama sekali baru dan berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya. Inovator primer memfokuskan kegiatannya dalam menciptakan inovasi pembelajaran yang berlaku umum.

Sementara itu, inovator sekunder disebut demikian karena mereka tidak langsung menciptakan hal baru dalam memperbaharui pembelajaran. Mereka hanya menerapkan produk-produk inovatif yang telah dihasilkan inovator primer untuk memperbaharui proses pembelajaran yang bersifat praktis dan spesifik di kelasnya masing-masing. Inovator kategori ini juga dapat disebut sebagai implementator. Implementator melakukan inovasi dengan melakukan kegiatan pembaharuan pembelajaran atau pelatihan yang diselenggarakannya di kelasnya masing-masing. Mereka tidak menciptakan produk baru yang inovatif, melainkan menerapkan dan memanfaatkan produk inovatif untuk memperbaharui proses pembelajaran di kelas mereka masing-masing. Mereka dapat dikategorikan sebagai inovator karena juga melakukan pembaharuan-pembaharuan pada praktik pembelajaran di kelas masing-masing. Inovator yang termasuk ke dalam kategori ini meliputi guru, dosen, widyaiswara, serta para pelatih pada pendidikan non-formal.

Kedua kategori inovator di atas dapat bekerja sendiri-sendiri maupun berkolaborasi. Inovator primer dapat melakukan penelitian-penelitian mendalam dengan cara menelaah masalah umum pembelajaran, memeriksa teori-teori terbaru dan relevan untuk mendapatkan solusi inovatif, lalu menindaklanjuti gagasan tersebut dengan merekayasa dan merancang produk inovasi pembelajaran yang benar-benar baru yang berbeda dengan produk inovasi pembelajaran sebelumnya. Produk inovasi dari inovator primier dapat berupa model pembelajaran, metode pembelajaran, sumber belajar, media pembelajaran, sarana dan prasarana, atau teknik asesmen yang memiliki nilai kebaruan serta berbeda dengan produk inovasi sebelumnya.

Inovator sekunder juga dapat bekerja sendiri dengan menerapkan hasil inovasi yang telah dihasilkan inovator primer seperti yang disebutkan di atas. Seorang guru dapat memperbaharui proses pembelajarannya dengan cara menerapkan model atau metode pembelajaran baru yang telah dikembangkan oleh inovator primer. Tentu saja kegiatan penerapan tersebut tidak dilakukan secara sembarangan saja. Perlu dilakukan identifikasi masalah terlebih dahulu untuk menentukan strategi pembelajaran mana yang ingin diterapkan. Inovasi yang dilakukan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik pembelajar, serta kondisi sarana dan prasarana yang ada. Ketidaksesuaian antara tujuan pembelajaran dengan inovasi strategi pembelajaran yang diterapkan bukannya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran melainkan malah membuat kebingungan para pembelajar. Oleh karena itu, walaupun terlihat mudah, pekerjaan inovator sekunder tetap saja membutuhkan keterampilan-keterampilan tertentu serta pertimbangan-pertimbangan yang matang.

Pada momen-momen tertentu, inovator primer dan inovator sekunder dapat bekerjasama dan berkolaborasi melakukan inovasi secara bersama-sama. Kegiatan ini dapat dilakukan untuk mendapatkan produk teknologi pembelajaran yang inovatif sekaligus meningkatkan kualitas pembelajaran di tempat kegiatan inovasi tersebut dilakukan. Inovator primer dapat mengumpulkan data dari inovator sekunder dalam rangka melakukan analisis kebutuhan pembelajaran secara umum. Dengan menggunakan pengetahuan teoritisnya, inovator primer dapat memunculkan dan menyediakan gagasan-gagasan inovatifnya. Sementara itu, inovator sekunder menyediakan tempat untuk menguji coba gagasan inovatif tersebut sekaligus memberikan masukan atau umpan balik terhadap gagasan inovatif yang sedang diujicobakan.

Dapatkan bukunya secara lengkap di Google Books.